Sunday, September 13, 2020

Teach Like Finland (5/5)

Bismillah. Assalamu'alaikum. Halo teman baik, semoga sehat ya. 
Beberapa hari aja gak nulis kok berasa udah lama banget ya. Uh, padahal masih ada satu bagian terakhir dari bukunya Timothy D Walker Teach Like Finland yang belum saya ulas.

Well well well, ada yang masih ingat kah? Lima hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran? Ya, kesejahteraan, rasa dimiliki, kemandirian, penguasaan, dan yang terakhir adalah pola pikir. Terkait dengan poin pola pikir, Walker mengacu pada hasil penelitian tentang kebahagiaan yang dibagi kedalam dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah scarcity-minded (menekankan pada kelangkaan) dimana kebahagiaan itu terletak pada "kemenangan saya adalah kekalahan bagi anda", pendekatan ini akan berakhir pada seseorang yang terjatuh dalam perbandingan sosial. Sementara pendekatan kedua adalah abundance-oriented (berorientasi pada kelimpahan), dimana ada ruang bagi setiap orang untuk tumbuh. 

Menurut Walker, pengajar di sekolah-sekolah Finlandia adalah para penganut abundance-oriented yang membiarkan setiap orang bertumbuh. Hal ini terlihat dari banyaknya bentuk kolaborasi yang dilakukan para guru dengan tanpa adanya rasa "enggan" dalam melakukannya, dan tentunya dijalankan dengan rasa bahagia. Di Finlandia, Walker tidak pernah mengetahui ada sebutan "master guru", artinya, tidak ada penyematan senioritas dalam pembelajaran di Finlandia. 

Walker menulis beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan dan membina abundance-oriented dalam pengajaran. Salah satu caranya adalah dengan mencari flow. Ya..., Let it flow, biarkan semuanya mengalir. Salah satu hal penting dalam tips ini adalah memangkas budaya persaingan. Dengan tidak adanya persaingan, setiap orang akan lebih menikmati proses yang ia jalani, akan lebih fokus, dan tentunya lebih menikmati proses pembelajaran yang diikutinya. 

Strategi kedua dalam membina abundance-oriented adalah dengan sikap berkulit tebal. Walker diberi saran oleh mentornya di Finlandia untuk tidak terus-terusan membahagiakan orang tua atau wali murid. Mentor tersebut menyarankan demikian karena mengamati Walker yang cenderung selalu berusaha memenuhi permintaan orang tua siswanya. Padahal menurut mentor tersebut, hal itu tidak perlu karena pada dasarnya posisi guru dan orang tua adalah sama, tempatnya saja yang berbeda. Mentor tersebut meminta walker untuk selalu percaya diri dengan tindakan yang ia ambil. Menghadapi murid dan orang tua atau wali murid memang terkadang terasa sulit. Namun sebagai guru, Walker diminta untuk berkulit tebal, tidak merasa takut jika tidak membahagiakan orang tua murid, dan selalu meyakini bahwa "saya sebagai guru adalah seorang profesional di sekolah", dan "orang tua adalah profesional di rumah". Dengan begitu, biarkan para profesional tersebut bekerja sesuai keahlian, tentunya dengan tetap saling melakukan koordinasi antara guru dan orang tua/wali murid. 

Tidak hanya dua strategi diatas, yakni let it flow dan berkulit tebal yang perlu dilakukan, menumbuhkan pendekatan abundance-oriented juga perlu dilakukan lewat kolaborasi lewat kopi, mendatangkan para ahli sesama guru di kelas masing-masing, menyediakan waktu berlibur untuk diri, dan yang paling penting dari semuanya adalah jangan lupa bahagia.

Tentunya tips atau strategi-strategi yang dijelaskan walker dalam bukunya ini tidaklah harus di pandang dan diterapkan secara kaku. Teman-teman guru bisa memodifikasi, menambahkan, alias membuat versi masing-masing yang disesuaikan dengan konteks pembelajaran. Pada intinya, semoga sedikit ulasan ini memberi insight kepada saya dan teman-teman yang membaca untuk selalu melakukan yang terbaik, entah posisinya sebagai guru, murid, ataupun orang tua murid. Akhirnya, sekian dari saya, jangan lupa bahagia ya :)
Share:

0 komentar:

Post a Comment