Friday, September 4, 2020

Teach Like Finland (1/5)


Hola, hai, Assalamu'alaikum. Semoga teman-teman sehat ya. Lagi-lagi tentang masa pandemi Covid 19, aktifitas penghibur diri yang menurut saya cocok dijadikan rutinitas adalah membaca buku. Sebagai pengingat: seharusnya memang tak perlu menunggu pandemi dulu baru rajin baca, tapi its oke lah ya. Yang belum memulai membaca, yuk mulai, biar gak hanya baca status aja kerjanya, oops

Well, salah satu koleksi buku yang menjadi teman saya beberapa bulan lalu adalah Teach Like Finland, atau mengajar seperti Finlandia, karya Timothy D Walker, seorang guru yang awalnya mengajar di Amerika kemudian pindah ke Finlandia dan menemukan banyak hal mengejutkan dalam proses belajar mengajar disana. Timothy D Walker membandingkan dua hal berbeda yang ia temui antara sekolah dia sebelumnya dan tempat ia mengajar di Finlandia. Walker terkejut, mengapa guru-guru di Finlandia begitu menikmati aktifitasnya sebagai pengajar di sekolah sementara pengalaman pribadinya sebelum itu menggambarkan hal yang bertolak belakang. Lalu bagaimana sebenarnya pendidikan di Finlandia berlangsung?

Perlu kita ingat bahwa Finlandia pernah mengejutkan dunia dengan prestasinya mencapai nilai PISA (programme for international student assesment) tertinggi pada tahun 2001. Dunia betanya-tanya, mengapa siswa-siswi Finlandia yang masih berusia 15 tahun itu bisa mencapai skor tertinggi pada PISA yang mengukur keterampilan berpikir kritis dalam matematika, sains, dan membaca. Banyak juga yang bertanya, bagaimana mungkin sekolah Finlandia yang jam belajarnya pendek, dan PRnya tidak banyak itu dapat menjadi yang tertinggi di PISA?

Walker mengamati dengan seksama untuk menjawab pertanyaan itu, terlebih ketika ia terlibat langsung menjadi guru di sekolah Finlandia. Ternyata, paling tidak ada lima hal yang menjadi benang merah keberhasilan Finlandia. Lima hal yang dimaksud adalah kesejahteraan, rasa dimiliki, kemandirian, penguasaan dan pola pikir. 

Kelima hal tersebut tentunya memerlukan penjelasan yang lebih memadai dari sekedar tulisan ringkas saya ini. Akan lebih baik lagi jika teman-teman membaca langsung bukunya untuk mendapatkan pengalaman membaca yang mengasyikkan. **Boleh beli hard version, atau versi digitalnya seperti yang saya lakukan (untuk menghemat biaya dan waktu pengiriman hehe). Dalam tulisan ini saya akan berusaha mengulas sebisa yang dapat saya lakukan. Mari simak bersama ya.

Pertama, tentang kesejahteraan. Walker merasa kaget dimasa awal ketika ia pindah ke Finlandia. Ia mengamati betapa orang-orang disana terlihat santai menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Walker merasa kehidupan demikian bukanlah sesuatu yang penuh harapan, ia meyakini betul bahwa hidup dengan penuh energilah yang lebih menjanjikan. Namun seiring waktu, Walker mulai memaklumi dan perlahan terbawa pola hidup "yang terasa lebih slow tersebut". Hal ini berhasil dalam kehidupan sehari-harinya namun tidak berhasil dalam aktivitas di sekolah. Walker masih terbawa pola kerja di Amerika yang penuh energi dengan produktivitas tinggi. Hingga suatu ketika seorang mentor Walker di sekolahnya di Finlandia berkata "Tim, kamu adalah tuan dari pekerjaanmu dan bukan dipertuan pekerjaan". 

Tahun pertama di sekolah Finlandia adalah sebuah upaya keras bagi seorang Walker. Saat rekan-rekan gurunya menghabiskan waktu istirahat 15 menit di ruang istirahat, Walker tetap berada di ruang kelas untuk menyelesaikan berbagai tanggung jawab mengajar. Bagi Timothy D Walker ini, pendidik yang paling baik adalah mereka yang bekerja paling keras, bahkan jika itu berarti bahwa ia harus mengurangi jam tidur dan waktu bersosialisasi dengan sesama rekan guru. 

Mengamati pola kerja Walker yang mengabaikan kesejahteraan diri sendiri, rekan-rekan sesama gurunya mulai menyarankan betapa penting bagi Walker untuk beristirahat beberapa kali di sekolah. Mereka mengusulkan agar Walker mengubah kebiasaan yang menghabiskan 15 menit istirahatnya dengan tetap berada dikelas. Walker kemudian tertawa mendengar apa yang disarankan untuknya. Ia masih saja bertanya-tanya, apa pentingnya menghabiskan waktu 15 menit hanya dengan bercanda dan tertawa bersama rekan-rekan guru lainnya di longue? Mengapa 15 menit tersebut tidak digunakan untuk tetap produktif menyelesaikan kewajiban mengajar?

Pertanyaan tersebut terus saja menghantui Walker sampai ia membaca hasil penelitian yang menyatakan bahwa "kebahagiaan bukanlah hasil dari kesuksesan, melainkan kunci sebuah kesuksesan". Dan pondasi untuk dapat merasakan kebahagiaan adalah dengan terpenuhinya kebutuhan pokok seperti tidur, makan, dan istirahat yang cukup. 

Lalu apa kaitannya dalam proses belajar disekolah? Ya, bahwa baik guru maupun siswa-siswinya harus merasa bahagia agar dapat mengajar dan memahami pelajaran dengan efektif. 

Bagaimana agar kebahagiaan itu tercapai? Tentunya seorang guru tidak bertugas memenuhi kebutuhan para siswanya dengan cara memberikan sejumlah uang. Yang dapat ia lakukan adalah menciptakan suasana belajar untuk menstimulus rasa bahagia, hingga akhirnya baik guru maupun siswanya sukses dalam proses pendidikan.

Dalam hal ini, menurut Timothy D Walker, banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan. Hal ini dapat disesuaikan dengan kondisi atau kultur dimana para guru mengajar. Walker menulis tips-tips berdasarkan pengalamannya, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: 

(1) Membuat jadwal istirahat otak (misalnya istirahat 5 menit setelah setiap 45 menit belajar dikelas). (2) Belajar sambil bergerak, misal dengan ice breaking. (3) Recharge sepulang sekolah, yakni dengan tidak membawa pekerjaan kantor ke rumah. (4) Menyederhanakan ruang kelas, dengan tidak banyak membuat visual noice yang mengganggu konsentrasi siswa-siswi. (5) Menghirup udara segar, misalnya mendesain kelas dengan sirkulasi udara yang baik. (6) Belajar ke alam lepas. Dan atau (7) menciptakan atmosfer belajar yang damai dengan meminimalisir kebisingan.    

Jadi, apa sudah ada gambaran kelas seperti apa yang akan teman-teman ciptakan? Sudah dulu ya untuk poin pertama ini. Masih banyak penjelasan lainnya, tetapi cukuplah untuk tulisan malam ini, kita lanjut besok dengan poin yang kedua, yakni tentang rasa dimiliki. Insya Allah. 
Share:

0 komentar:

Post a Comment