Saturday, October 7, 2017

Perempuan dan Memasak

Nasi goreng ala ala, alhamdulillah Bogor gak banjir, xixixi

Pagi pagi buta perut saya keroncongan. Bagaimanapun saya perempuan, maka saat pagi buta dengan perut keroncongan, dapur adalah sebaik baik tempat yang perlu ditengok. Seriously, yang kenal siapa saya mungkin akan kaget. Ega masak? Ah, lupakan. Yang penting foto nasi goreng diatas itu murni buatan saya tanpa rekayasa apapun. Rasanya enak kok, sampai ludes saya melahapnya, mungkin karena lapar kali yah. 

Well well, tentang memasak. Saya termasuk perempuan yang sempat pernah anti dengan aktivitas memasak. Dalam pandangan saya, ya perempuan gak harus pintar masak kok, anggapan bahwa perempuan akan kembali kedapur selalu saya tepis. Ya, saat itu mungkin bacaan saya adalah tentang kritik kritik feminisme. Bahwa perempuan memiliki potensi lebih dan bukan hanya sekedar diruang domestik semata. Bukan hanya soal memasak saja. Waktu itu saya menyengaja diri untuk terlibat dalam aktivitas aktivitas publik. Seperti bergabung dalam organisasi-organisasi perempuan, dan organisasi yang jelasnya tidak akan membahas, "kamu pintar memasak atau tidak". Saya menikmati itu, bangun pagi gak perlu berpikir tentang "mau masak apa hari ini". Yang ada di pikiran saya adalah "mau pergi kemana hari ini?". Iya, waktu itu saya mikirnya begitu. Makannya kalau dihitung, sepertinya hanya beberapa kali saya memasakkan sesuatu untuk orang lain. 

Namun lambat laun, seiring dengan waktu yang semakin berjalan. Saya mulai sadar. Bahwa perihal masak memasak ini juga perlu diperjuangkan. Bahwa perihal masak memasak adalah seni memainkan peran perempuan dalam menentukan otoritasnya. Saya jadi teringat pelajaran dalam suatu training dari teolog feminis di Yogyakarta. Saya ingat betul, waktu itu beliau menjelaskan; justru dalam perihal memasak itu perempuan bisa melakukan deal deal politik. Coba lihat saja, biasanya obrolan obrolan penting justru selesai di meja makan. Lahirlah celoteh, makannya kita perempuan, kalau mau menyelesaikan proyek tertentu, memasaklah untuk orang orang penting di proyek tersebut. Hahaha. (yg ini hanya guyonan ya, janga dipikir serius). 

Ya, lalu saya berpikir. Ia, benar juga ya. Yuk ah memasak. Biar banyak deal deal yang bisa dilakukan. Termasuk deal dengan hati kamu. Hahaha. Aish, ini terlalu rasional sepertinya ya. Masa untuk memutuskan memasak atau tidak perlu berpikir sejauh ini, soal otoritas lah, soal deal deal segala lah, padahal masalah utamanya cuma satu sih. Saya memasak karena saya lapar.
Udah gitu aja. 

See yah, semoga kita bertemu diruang nyata. (Ega)
Share:

0 komentar:

Post a Comment