Hari sudah sore, kampus mulai sepi dan langitpun diselimuti gelap secara perlahan. Masih ada satu perempuan berdiam dalam ruangan kerjanya. Ah ya, ternyata kami berjodoh sore tadi, dosen pembimbing saya belum juga pulang. Rupanya Allah telah mengatur pertemuan kami meski sebelumnya tidak ada janji untuk saling bertemu.
“Ega, satu menit saja ya, kamu kan gak janjian”
“Ia Ibu maaf belum janjian, tapi satu menit boleh ya Bu. Kataku sambil sedikit nyengir”
“Boleh...., gimana-gimana, udah sampe mana kamu”
Dan akhirnya waktu satu menit itu berubah menjadi lima menit, sepuluh menit, hingga tak terasa hampir satu jam kami saling berbincang. Banyak hal kami diskusikan, tentunya yang utama adalah tesis, tesis, dan tesis. Tesis memang telah menjadi “momok” yang indah sekaligus menakutkan akhir-akhir ini. Terasa indah karena saya menikmati substansi topik dan penulisan tesisnya. Namun menjadi momok menakutkan karena belum juga ada persetujuan turun lapang dari dua dosen sementara waktu semakin berlalu. Banyak hal bertautan dalam hati dan pikiran. Intinya, tesis ini harus segera selesai agar tanggung jawab lain bisa diemban dengan baik.
Satu hal menarik yang beliau sampaikan sore tadi, bahwa menulis karya itu seperti kita memiliki pohon mangga. “Berilah buah mangga terbaik yang kamu punya, agar manfaat yang dirasakan orang yang menerimanya menjadi berkah dan terasa sampai ke jiwa. Kamu bisa saja seenaknya menerbitkan karya, tapi jika hasilnya adalah karya tanpa ruh, untuk apa?”
0 komentar:
Post a Comment