Tuesday, November 7, 2017

Pernah


Pernah menyayangi seseorang dengan sangat dalam?
Pernah. Harapannya apa terhadap perasaaan mendalam itu?
Balasan. Ya. Balasan. Mmm, gini gini. Jika hanya sekedar balasan rasa sayang dari manusia, maka sesekali rasa sayang itu tak berbalas, kecewalah yang akan dirasa

Tapi, akan beda rasanya jika rasa sayang itu dilandaskan cinta Allah
Akan beda rasa sayang itu jika hanya berharap pada Allah saja.
Dicampakkan seperti apapun oleh orang yang kita sayangi,
Rasa sakit itu tidak akan terasa.
Karena kita punya Allah.

Ya
Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi
Adalah milik Allah.
Termasuk rasa sayang kita kepada manusia. 
Maka jika suatu saat Allah mencabut rasa rayang itu dari hati,
Allah maha mengetahui alasan dan sebab mengapa rasa sayang itu harus ditiadakan. Harus dihilangkan. 

Karena boleh jadi, rasa sayangmu pada manusialah yang menjauhkanmu dari nikmat Allah. Nikmat bersyukur. Nikmat mencicipi nikmatnya belajar. Serta nikmat nikmat yang lain. 

Karena boleh jadi, rasa sayang itu justru menjadi penyebab atas azab Allah di dunia. Maka sayangilah manusia seperlunya. Dan sandarkan rasa sayang itu karena Allah. 

Jangan berharap pada manusia. Berharap pada Allah saja.
Siapapun kamu, semoga kita bertemu di ruang nyata ya. Aku kangen dijemput kamu. Kok kamu belum datang2. Padahal aku sudah memintamu untuk datang. Heheh. Oke. Allah mungkin sedang mendandanimu di taman surga. Amin. Aku sayang kamu. Meski namamupun tidak kuketahui. Aku yakin kamu pasfi datang pada ruang dan waktu yang tepat. #Eh

Allah sedang ingin memberi kejutan untuk kita. Yuk. Sama2 berdoa agar dimudahkan. Jika kita pernah bertemu maka bersyukurlah. Tapi jika kita belum sama sekali pernah bertemu, maka ketika saling bertemu nanti, semoga kita sama2 saling mensyukuri, dan bersabar atas satu sama lain. 

Semoga ya. Oh ya, satu lagi. Jangan baca tulisan2ku. Ini hanyalah celoteh yang gak ada manfaatnya. Hanya bisa menjadi tempat bercurah rasa dan pikir. Kamu dimana? Kamu lama sih. 

Semoga kita bertemu di ruang nyata 
-Ega-
Share:
Continue Reading →

Monday, November 6, 2017

Terimakasih


Terimakasih telah banyak bersabar sejak baru pertama berkenalan sampai saat ini. Banyak lebihmu. Terutama pada bagaimana caramu memahami dan menghargai orang lain. Kesalahan mungkin pernah terjadi, tapi toh namanya juga manusia. Salah itu wajar. Yang tidak wajar adalah yang tidak belajar. 

Terimakasih. Sore sedari 07.30 am hinggal pukul  10.00 pm, 
Aku hanya sedang banyak belajar saja dengan dua lurah yang kutemui, dan juga beberapa tokoh masyarakat. Tentu saja tentang tesisku, dan tentang bagaimana menjalani hidup. Termasuk bagaimana memutuskan pilihan soal jodoh. 

Semoga segala sesuatunya dijawab Allah pada ruang dan waktu yang tepat. 
Amin. 
Semoga kita bertemu di ruang nyata ya
-Ega-
.
.
.
.
.
Oh ya, aku baru tidur tiga jam. Doakan tesisku segera selesai ya. Doakan tesisku dipermudah. Doakan juga agar orang-orang yang kita sayangi tersentuh hatinya tentang bagaimana merelakan pilihan anak-anaknya. 
Share:
Continue Reading →

Saturday, November 4, 2017

Tidak ada hubungan


Tidak ada hubungannya antara ibadah dan prestasi dunia.
Tidak ada hubunganya antara tesis dengan menikah.
Tesis itu prestasi dunia, 
sementara menikah adalah ibadah.

Tidak ada hubungannya antara pekerjaan dengan menikah.
Pekerjaan itu prestasi dunia, 
sementara menikah adalah ibadah. 

Jadi, jika ada yang belum menikah 
karena sedang mengerjakan tesis,
karena belum mendapat pekerjaan,
atau karena masih sekolah,

Maka itu hanyalah sebuah alasan 
atas ketidakberanian melangkah membuka lembar hidup baru. 

Beda antara yang "menunda" dengan yang "memang jodohnya belum datang". Beda antara yang tidak berusaha, dengan yang "sudah berusaha tapi belum dikasih sama Allah". 

Usaha bisa banyak cara.
Bagi perempuan, boleh minta dicarikan oleh orang tua. Atau kenalan dekat.
Sementara bagi laki-laki, boleh dengan mencari tahu profil perempuan beserta segala macamnya, lalu datangi walinya. 
See?

Siapapun kamu, semoga kita bertemu di ruang nyata ya.
Amin
-Ega-
Share:
Continue Reading →

Friday, November 3, 2017

Senyum



Cari aku dalam hati dan doa-doamu saja. 
Jangan cari aku di dunia maya. 
Karena, yang kita harapkan atas satu sama lain
adalah bersatu dalam nyata. 
Bukan dalam maya. 

Semoga kita bertemu diruang nyata-Ega

Share:
Continue Reading →

Per-Empu-An

Kekeliruan yang Mengakar
Menjadi perempuan adalah takdir Tuhan yang tidak dapat saya hindari. Selain karena tidak memiliki kuasa untuk merubahnya, saya juga tidak punya alasan untuk menolak ketetapan yang telah digariskan untuk hidup saya. Untuk apa merubah sesuatu yang sudah menjadi fitrah? Tak ada gunanya, tak ada untungnya. Yang saya bisa, mungkin, adalah sedikit demi sedikit merubah pandangan orang lain tentang bagaimana seharusnya perempuan diperlakukan.
-----
Saya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Timur. Lokasinya sangat jauh dari ibukota. Mungkin karena letak geografis yang jauh itulah, pandangan masyarakat di desa saya tentang perempuan adalah stereotip bahwa perempuan posisinya di “belakang” saja. Tak perlu jauh jauh, ibu saya adalah salah satu yang terbawa stereotip demikian, bahwa perempuan tidaklah perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya tempatnya ada “di dapur”. Stereotip ini tidak hanya diyakini ibu saya, tetapi juga oleh rata-rata keluarga, dan saya yakin bahwa pandangan ini diadopsi oleh sebagian besar masyarakat di desa saya (meskipun belum ada penelitian atau data akurat mengenai hal tersebut).

Keinginan terbesar orang tua setelah saya menjadi sarjana adalah saya pulang kampung, menikah, dan mengabdi di daerah. Tapi, kadang-kadang keinginan orang tua tidak sejalan dengan keinginan anak, begitu juga yang terjadi pada saya. Berbagai alasan saya sampaikan bahwa saya masih ingin sekolah. Sederhana saja, saya ingin menimba ilmu dan pengalaman, dan keinginan itu rasanya tidak akan terpenuhi jika saya pulang kampung. Alhasil, terjadilah perdebatan panjang karena baik saya maupun ibu tetap berdiri pada keinginan masing-masing.  

Masih teringat salah satu kalimat ibu ketika kami berbincang terkait rencana saya melanjutkan sekolah. “Jangan terlalu berambisi, ingat, kita ini perempuan, ujung ujungnya juga kita kerjanya ya di dapur, jangan terlalu mengikuti hawa nafsu karena tidak akan ada habisnya”. Saya selalu terdiam jika mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh ibu saya. Saya hanya bisa berdoa dalam hati agar pilihan saya berbuah manis dan nantinya mendapat support dari keluarga saya. Saya tetap pada pendirian melanjutkan sekolah dan belum akan pulang kampung. Hal yang terus saya lakukan adalah meyakinkan ibu bahwa pilihan yang saya ambil adalah pilihan yang baik. Salah satu cara meyakinkannya adalah dengan bekerja agar tidak membebani orang tua secara ekonomi.

Saya bekerja serabutan sembari mempersiapkan diri pada seleksi beasiswa program pascasarjana dalam negeri dari LPDP Kementerian Keuangan. Saya yakin bahwa ibu meminta saya pulang kampung karena merasa khawatir akan kehidupan kota, atau merasa khawatir tentang apakah saya bisa memenuhi kebutuhan saya atau tidak. Mungkin kekhawatiran beliau juga dipengaruhi oleh pikiran tentang perempuan itu lemah sehingga tidak bisa hidup mandiri, dan lain lain.

Hubungan saya dan ibu sempat terasa jauh saat itu, jarang bersapa lewat telepon, sekali bersua, selalu saja pulang kampung menjadi topik yang tak ada habisnya. Tapi apalah daya, yang bisa saya lakukan adalah membuktikan bahwa pandangan tentang perempuan yang tidak perlu sekolah tinggi tinggi itu adalah sebuah mitos.

Kesabaran memang selalu berbuah manis, saya lulus beasiswa tersebut yang artinya mendekatkan saya pada mimpi untuk sekolah S2. Memang dibutuhkan penantian panjang, sekitar satu tahun, dan selama satu tahun itu juga saya berusaha meyakinkan ibu bahwa pilihan saya akan membuahkan hasil yang indah.

Setelah saya diterima di universitas dan memulai perkuliahan, pandangan ibu saya seketika berubah, berbalik 100%. Beliau kini menjadi orang nomor satu yang mendukung saya untuk semangat menjalani sekolah S2. Meskipun tidak dipungkiri bahwa sebagian keluarga saya (om, tante, atau nenek) masih tetap pada pandangan mereka sebelumnya, bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, nanti ujung-ujungnya di dapur juga, nanti ujung-ujungnya tidak ada laki-laki yang mau melamar.

Ya, begitulah perempuan ditempat saya, diharapkan sekolah cukup sampai sarjana saja, bekerja lalu menikah. Pun ada yang lebih ekstrim lagi, beberapa orang tua bahkan hanya menyekolahkan anak perempuan sampai pada level Sekolah Menengah Atas saja. Setelah lulus, anaknya dinikahkan, atau diminta langsung bekerja.

Fenomena seperti ini mungkin tidak hanya dialami oleh saya, melainkan banyak perempuan desa di pelosok-pelosok Indonesia. Tak bisa menyalahkan siapa siapa karena stereotip tentang perempuan adalah hasil konstruksi budaya yang keliru dan telah mengakar lama pada masyarakat Indonesia, khususnya di daerah pelosok seperti yang terjadi didaerah saya.           
-------

*Nemu file lama, di laptop lama
[Semoga kita bertemu di ruang nyata-Ega]

Share:
Continue Reading →

Kamu mencariku?




Kamu mencariku?
Aku baik-baik saja. 

Masih dengan rutinitasku.
Menyelesaikan proposal tesisku,

Aku lari pagi dengan bersemangat,
Lalu menyeruput kopi yang pahit-pahit manis,

Berteman kalimat-kalimat membingungkan dari para ilmuwan,
Mereview beberapa jurnal yang sulit untuk kupahami,

Dan
Tentu saja
Dari sekian aktivitasku yang itu-itu saja

Selalu kuselipkan namamu 
Dalam doaku
Dalam rinduku
Dalam sepiku

Juga dalam bahagia yang setiap hari kursakan
Dalam tangis disetiap sujudku

Semoga 
Segala hal bertemu dengan cara yang indah
Dalam waktu yang tepat
Pada ruang yang menyatu
Pada warna yang senada

(Semoga kita bertemu di ruang nyata-Ega)

Share:
Continue Reading →

Wednesday, November 1, 2017

Sebuah Sastra

Angin malam, hening dan sepi. Hujan sedang tidak ada. Tapi sebentar lagi akan turun, mungkin. Ah ya, temanku dimalam hari masih saja sama. Adalah kotak plafon dan dinding kamar. Biasanya ada kamu, tapi, malam ini kamu kemana? Oh, ia, kok aku sampai lupa kalau kamu sudah pergi, hidup bebas dalam ketidakberdayaanmu. Maaf, aku lupa. Aku lupa kalau kamu tidak lagi membersamaiku dalam hidup.

Baiklah, biar waktu saja yang menemani. Toh adanya kamu dalam hidupku adalah duka dan luka banyak orang. Mungkin luka ibumu, dan duka ibuku. Atau duka ibu ibu yang lain yang anaknya tidak juga kamu sunting. Arg.., Ibu-ibu memang kadang banyak tuntutan. Termasuk dalam pilihan masa depan anaknya.

"Besok besok kamu jangan begini ya nak", gumamku dalam diri sendiri. Besok-besok kalau jadi ibu jangan ribet dan jangan memberatkan anakmu sendiri ya. Besok-besok kamu harus jadi ibu bersahaja yang rela anaknya dipersunting lelaki pilihannya. Kalau anakmu laki-laki, janganlah kamu kekang dibawah ketiakmu. Laki laki dan perempuan itu sama, butuh kebebasan dalam memilih hidup mereka. Besok-besok, kalau bisa, justru kamu perlu memotivasi anakmu untuk nikah muda. Gak ada yang salah dengan nikah muda. Asal mampu tanggung jawab. Asal mampu dapat nafkah.

Orang-orang di desa memang belum maju seperti di kota. Pikiran mereka masih sedikit tertutup, penuh ketakutan masa depan, penuh bayang bayang masa lalu. Padahal yang hidup anak-anak mereka. Tapi orang orang desa ini memang sedikit susah diajak maju, maunya anak gadis dan perjaka mereka menikah dengan yang satu suku saja. Maunya anak anak mereka tinggal disitu situ saja. Maunya anak anak mereka jangan jauh jauh. Padahal ini dunia loh, seharusnya memberikan kebebasan kepada orang orang tersayang. Agar kelak bisa bersatu di nirwana ciptaan Tuhan. Ah, ini dunia mbok, hanya dunia. Janganlah mati-matian memaksakan kehendak. Toh, anakmu adalah titipan Tuhanmu.

Mbok, coba ingat ingat lagi mbok. Hidupmu dulu juga dimulai dari nol. Dari ketiadaan. Tapi kegigihanmu terbukti kan mbok. Hidup kamu sekarang semakin membaik. Anak anakmu tumbuh dewasa mbok, sudah mulai kerja meski hanya honorer. Anak anakmu sebentar lagi magister loh mbok. Kurang apalagi mbok, uwis cukup mbok. Bebaskan mereka, biar nanti di surga bisa bertemu.

Ah si mbok, kadang emang sensitif ya. Merasa segala miliknya adalah miliknya. Padahal adalah titipan Allah semata. Semangat ya mbok. Carikan anakmu jodoh yang tepat mbok. Biar gak saling menyakiti sesama anak anak simbok yang lain.
.
.
.
(Btw, ini tulisan untuk melatih insting sastra. Bisa kayaknya saya nulis novel, bismillah ya, impian sejak kecil, bisa nulis novel. Cerita ini hanya fiktif dan imajinasi belaka, jangan dianggap serius. Hidup udah serius jangan tambah mikirin cerita yang gak serius. Dah ah, semoga kita bertemu diruang nyata). Bogor, 1 November 2017. Rabu malam yang berkeringat, gerah
Share:
Continue Reading →