Angin malam, hening dan sepi. Hujan sedang tidak ada. Tapi sebentar lagi akan turun, mungkin. Ah ya, temanku dimalam hari masih saja sama. Adalah kotak plafon dan dinding kamar. Biasanya ada kamu, tapi, malam ini kamu kemana? Oh, ia, kok aku sampai lupa kalau kamu sudah pergi, hidup bebas dalam ketidakberdayaanmu. Maaf, aku lupa. Aku lupa kalau kamu tidak lagi membersamaiku dalam hidup.
Baiklah, biar waktu saja yang menemani. Toh adanya kamu dalam hidupku adalah duka dan luka banyak orang. Mungkin luka ibumu, dan duka ibuku. Atau duka ibu ibu yang lain yang anaknya tidak juga kamu sunting. Arg.., Ibu-ibu memang kadang banyak tuntutan. Termasuk dalam pilihan masa depan anaknya.
"Besok besok kamu jangan begini ya nak", gumamku dalam diri sendiri. Besok-besok kalau jadi ibu jangan ribet dan jangan memberatkan anakmu sendiri ya. Besok-besok kamu harus jadi ibu bersahaja yang rela anaknya dipersunting lelaki pilihannya. Kalau anakmu laki-laki, janganlah kamu kekang dibawah ketiakmu. Laki laki dan perempuan itu sama, butuh kebebasan dalam memilih hidup mereka. Besok-besok, kalau bisa, justru kamu perlu memotivasi anakmu untuk nikah muda. Gak ada yang salah dengan nikah muda. Asal mampu tanggung jawab. Asal mampu dapat nafkah.
Orang-orang di desa memang belum maju seperti di kota. Pikiran mereka masih sedikit tertutup, penuh ketakutan masa depan, penuh bayang bayang masa lalu. Padahal yang hidup anak-anak mereka. Tapi orang orang desa ini memang sedikit susah diajak maju, maunya anak gadis dan perjaka mereka menikah dengan yang satu suku saja. Maunya anak anak mereka tinggal disitu situ saja. Maunya anak anak mereka jangan jauh jauh. Padahal ini dunia loh, seharusnya memberikan kebebasan kepada orang orang tersayang. Agar kelak bisa bersatu di nirwana ciptaan Tuhan. Ah, ini dunia mbok, hanya dunia. Janganlah mati-matian memaksakan kehendak. Toh, anakmu adalah titipan Tuhanmu.
Mbok, coba ingat ingat lagi mbok. Hidupmu dulu juga dimulai dari nol. Dari ketiadaan. Tapi kegigihanmu terbukti kan mbok. Hidup kamu sekarang semakin membaik. Anak anakmu tumbuh dewasa mbok, sudah mulai kerja meski hanya honorer. Anak anakmu sebentar lagi magister loh mbok. Kurang apalagi mbok, uwis cukup mbok. Bebaskan mereka, biar nanti di surga bisa bertemu.
Ah si mbok, kadang emang sensitif ya. Merasa segala miliknya adalah miliknya. Padahal adalah titipan Allah semata. Semangat ya mbok. Carikan anakmu jodoh yang tepat mbok. Biar gak saling menyakiti sesama anak anak simbok yang lain.
.
.
.
(Btw, ini tulisan untuk melatih insting sastra. Bisa kayaknya saya nulis novel, bismillah ya, impian sejak kecil, bisa nulis novel. Cerita ini hanya fiktif dan imajinasi belaka, jangan dianggap serius. Hidup udah serius jangan tambah mikirin cerita yang gak serius. Dah ah, semoga kita bertemu diruang nyata). Bogor, 1 November 2017. Rabu malam yang berkeringat, gerah
0 komentar:
Post a Comment