Wednesday, September 20, 2017

Perempuan dan Air

Foto diambil saat perjalanan menjajaki lokasi penelitian, di Bogor-Jawa Barat. 
Menggambarkan potret kehidupan perempuan di bantaran sungai yang masih mencuci pakaiannya di sungai. 
Akhir-akhir ini bacaan saya sedang tertuju pada jurnal-jurnal tentang pengelolaan sumber daya air dan kaitannya dengan “perempuan”. Dan, betapa semakin bangganya saya menjadi salah satu bagian dari entitas yang memegang kendali atas kualitas air suatu bangsa. Sebuah Jurnal, saya lupa terbitan mana, tapi dokumennya masih saya simpan rapih, menyatakan bahwa kualitas air adalah salah satu indikator yang dapat menunjukkan kualitas pembagian peran (gender). Dalam hal ini saya menyederhanakan (atau jangan-jangan membuatnya menjadi rumit ya?) bahwa kualitas air akan mencerminkan bagaimana kualitas perempuan.

Well, berkaca pada aktivitas sehari-hari. Tak bisa dipungkiri bahwa yang seringkali melakukan kontak dengan air nyatanya adalah kaum perempuan (rata-rata rumah tangga di indonesia memang begini kan?). Mulai dari mencuci pakaian, aktivitas masak memasak, termasuk mencuci piring, mayoritas dilakukan oleh para perempuan.

Kita agak sedikit melompat ke salah satu sumber daya air, yaitu sungai. Salah satu penyebab kualitas air sungai tidak mencapai standar baku air adalah tingginya tingkat pencemaran oleh limbah. Bisa jadi limbah industri, ataupun limbah rumah tangga. Kedua sektor ini, rata-rata di dominasi oleh ibu.

Sebut saja aktivitas memasak dan mencuci yang ujung-ujungnya menghasilkan limbah. Jika limbah-limbah tersebut tidak dibuang melalui saluran yang semestinya, dan justru dibuang ke aliran air sungai, maka yang selanjutnya akan tercemar adalah air sungai itu sendiri . Secara otomatis akan menurunkan kualitas air tersebut. Padahal, salah satu sumber utama air bersih dan air minum bagi masyarakat adalah dari air sungai.

Poinnya adalah, perempuan yang berkualitas akan tahu kemana seharusnya mengalirkan limbah yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, termasuk dalam satunya kualitas air. Jika perempuannya justru berlaku hal-hal negatif yang merugikan, maka wajarlah jika kualitas air tidak seperti yang diinginkan.

Bogor, 21-19-2017
*btw, saya ngomong apa ya? Seriusan, ini curcol ditengah proposal tesis yang belum juga selesai
Share:

0 komentar:

Post a Comment