“Orang tua selalu menginginkan anaknya bahagia”. Begitulah salah satu kalimat ibu ketika kami berbincang melalui telepon beberapa hari lalu. Diam-diam nafas ini seperti berhenti, lalu hening seketika dalam beberapa saat. Saya dan ibu memang tak pandai mengungkap rasa dengan kata, tapi hati kami terpaut melalui doa-doa yang selalu diijabah Ilahi. Berupa permohonan kesehatan masing-masing, kesempatan untuk hidup, dan Insya Allah doa untuk bertemu di Surga-Nya kelak. Lima belas tahun hidup di bawah atap yang sama dan hampir lima belas tahun juga hidup diperantauan adalah waktu yang lebih dari cukup untuk melatih diri tentang jarak dan kuatnya ikatan batin ibu dan anak. Bukankah sejauh apapun jarak, yang ditakdirkan bersama akan bersama? Pun juga merantau, sejauh apapun pergi, bukankah tempat kembali adalah keridhoaan hati seorang ibu?
Jika ditanya soal ridho, kira-kira hati siapakah yang akan kamu menangkan pertama kali dalam hidupmu? Banyak yang menjawab ingin memenangkan hati orang tuanya namun fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Kebanyakan anak justru hanya memenangkan hatinya sendiri dan meminta orang lain untuk mengalah. Padahal yang terjadi pada orang tua adalah sebaliknya, selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, selalu berusaha ridho agar anaknya bahagia, agar anaknya tidak sengsara. Ah ya, kita manusia, kadang-kadang lupa pada rahim siapa kita dititipkan, lewat buaian siapa kami dibesarkan, dari tetesan keringat siapa kita bisa melewati hari demi hari takdir hidup Ilahi. Manusia, manusia, manusia, memang tempatnya hilaf dan lupa. Tapi bukankah kasih sayang orang tua tidak pernah berkurang sedikitpun?.
Mari menangkan hati Ibumu, karena sungguh merekalah sumber kebahagiaan itu. Ridho Allah adalah ridho orang tua. Bukankah memang hidup adalah soal membuat hati manusia berbahagia. Bukankah memang hidup adalah untuk bermanfaat untuk orang lain? Mari memulai bahagia dengan membuat bahagia hati orang tuamu, hati ibumu. Sangat sering kita temui, banyak yang menebar kebaikan pada orang kebanyakan tapi lupa memberi kabar pada orang tuanya. Banyak kita temui orang-orang yang “terlihat sholih dengan ibadahnya” namun menyakiti hati ibunya. Padahal Rasulullah telah mengisyaratkan untuk memuliakan ibumu, ibumu, ibumu.
Lalu pada akhirnya, jika berbahagia dalam jarak berdekatan dengannya masih belum bisa kamu lakukan, ada cara lain yang juga dapat melegakan hatinya. Teleponlah ibumu, sampaikan apa saja, berceritalah tentang hidupmu, sunggu cerita itu adalah penawar rasa rindu. Berbahagia itu mudah, bukan semata-mata soal materi melimpah, tapi bercerita dengan ibumu tentang renyahnya hidup itu sudah lebih dari cukup untuk saling membahagiakan. Bukan begitu? Heheh, ya begitu bukan? *Anyway, kelak bukan hanya hati ibumu yang perlu kamu menangkan, tapi juga ibu suamimu. Karena Ibunya adalah ibumu.
0 komentar:
Post a Comment