Tentunya banyak pelajaran dan pengalaman hidup yang sudah saya lalui. Dalam tulisan ini, saya ingin mengingat mundur perjalanan hidup tersebut. Semoga bisa menapaki cerita saat saya bisa mengingat setiap kejadian, sampai hari ini dimana usia saya sudah 30. Allahu Akbar, tentunya adalah ketetapan Allah hingga saya berada di titik usia 30. Jatah Rizki saya di dunia ini belum habis hingga Allah masih memberi anugerah nafas yang masih berdetak.
30 tahun lalu, tepatnya ditanggal 8 September 1990, saya lahir sebagai anak kedua ayah dan ibu. Kakak saya saat itu baru berusia empat tahun, ya, dia kelahiran 1986. Sampai sekarang orang-orang di desa saya memanggil saya dengan nama kecil "Inggi". Konon katanya, nama awal saya adalah Inggi Astuti sehingga panggilan Inggi menjadi melekat erat sampai saat ini, padahal, nama lengkap saya sesuai Akta Kelahiran dan identitas lainnya adalah Megafirmawanti Lasinta. Lasinta adalah nama marga ayah. Adapun Megafirmawanti, saya juga gak tahu pasti arti nama itu. Yang jelas, ada harapan dalam nama itu, bahwa Mega Firma Wanti akan menjadi perempuan besar seperti yang difirmankan Tuhan. Tapi nyatanya, Mega bukanlah perempuan besar, melainkan kecil dan mungil. Sering saya berkilah kalau diledek guru.
"Mega...., namamu itu besar, tapi kenapa kamu kecil?". Hehehe, iyalah pak, maksudnya bukan besar fisiknya, tapi kelak saya akan menjadi besar namanya". Begitu kira-kira cara saya menampik bercandaan guru SMA saya.
Ah, ya, mari lupakan soal filosofi nama itu.yang jelas, saya sering disapa dengan panggilan Inggi oleh tetangga dan teman-teman SD saya. Teman-teman SMP saya memanggil saya Mega. Sementara teman-teman SMA dan kuliah memanggil saya Ega. Jadi kalau ada yang memanggil saya dengan sebutan Inggi, maka hampir dapat dipastikan mereka adalah circle terdekat saya atau mengenal saya dari orang-orang dalam circle terdekat tersebut.
Saya tidak lahir dirumah sakit, tetapi lahir dengan bantuan Biang (begitu kami menyebutnya). Tanggal 8 ditahun itu tepat pada hari Sabtu, begitu kata Ibu saya. Hari demi hari saya lalui sebagai anak kedua. Saya masih ingat rumah kami zaman dulu, berdinding papan dan berlantai tanah pada bagian dapurnya. Saya sering ikut kemanapun ibu bepergian dengan sepeda kumbangnya. Untuk menghindari kaki saya tergilas roda sepeda, selalu ada kain yang dijadikan pengikat kaki saya disalah satu batang sepeda itu.
Dulu saya sering bisulan karena senang makan kue kering dan kacang, wkwk. Sering juga minum es sehingga waktu kecil kadang saya dibawa ke perawat untuk berobat dan disuntik jika flu dan batuk. Namun, kata perawat kala itu, saya termasuk anak pintar karena tidak menangis saat disuntik. haha. Penyakit yang sering saya derita adalah batuk dan pilek kemudian demam. Kenapa? Karena salah satu kegemaran saya saat itu adalah main hujan-hujanan.
Seingat saya, saat kecil saya sedikit tomboi, sering rambut saya dipotong seperti potongan cowok. Mungkin sifat tomboi ini "sedikit" terbawa sampai sekarang, meskipun tidak tomboi-tomboi amat sih. Kala siang, saya dan kakak sering diawasi orang tua, karena sering kali kami keluar diam-diam, berjinjit-jinjit ke arah pintu, lalu kabur merasa merdeka karena tidak ketahuan. Haha. Adakalanya kami berhasil kabur, namun ada kalanya juga kami gagal karena bunyi pintu yang keras. Kalau gagal, maka tidur siang menjadi sebuah kewajiban.
Sekolah TK saya sangat dekat dari rumah. Hanya dengan berjalan kaki, sampailah saya di TK tersebut. Kami bermain banyak permainan disana, namun yang selalu jadi favorit adalah prosotan alias lucur-lucur. Saya menduduki bangku TK selama satu tahun, lalu kemudian lanjut ke SD yang juga sangat dekat, persis didepan rumah kami.
Semasa SD saya selalu mendapat rangking 1 dikelas. Sering juga menjadi ketua kelas. Saat upacara, saya sering menjadi pembaca UU atau pembawa acara. Pengibar bendera? Tentu tidak karena tinggi saya kurang memadai ahhaha. Saya sering juga menjadi peserta vocal group, ketua tim senam, penyanyi solo, peserta paduan suara, pembaca puisi, ketua tari, atlit tenis meja, bulutangkis, sampai menjadi perwakilan sekolah dalam lomba bidang studi. Ya, semuanya berkesan, karena sering saya mengharumkan sekolah pada cabang-cabang seni dan olahraga yang saya ikuti itu.
Untuk prestasi kelas, pernah sekali saya turun rangking ke juara dua atau empat (saya lupa pastinya), itu disebabkan karena saya pernah tidak sekolah selama kurang lebih 26 hari, ya, keluarga kami pernah bepergian lintas provinsi kala itu dan semua anggota keluarga turut serta dalam perjalanan tersebut.
Ada kejadian tragis saat saya SD, tepatnya di tahun 2000, terjadilah gempa tektonik yang meratakan sekolah kami dengan tanah. Bangunan sekolah retak hancur, rumah-rumah roboh, air laut surut, dan sarana lainnya juga tak bisa digunakan. Alhasil, kami pindah tinggal di kompleks pengungsian, selama kurang lebih tiga bulan kami tidak sekolah dan hidup di tenda-tenda dengan lantai papan dan atap terpal. Saya ingat sekali, dimasa ini, kami menjadi penerima bantuan berupa sarung kotak-kotak berwarna putih, panci, beberapa kardus supermie, dan satu lagi, kelambu berwarna biru. Sebagai anak-anak kala itu, hidup ditenda pengungsian adalah hal yang menyenangkan (itu sih yang saya rasakan, hehe).
Tidak hanya berprestasi disekolah, saya juga aktif mengikuti TPA. Sering saya mewakili desa dan kecamatan dalam ajang MTQ. Prestasi tertinggi saya dibidang ini adalah menjadi juara dua cabang Tartil Quran tingkat kanak-kanak dalam MTQ Provinsi Sulawesi Tengah. Sayangnya, belum pernah saya mencicipi ajang MTQ ditingkat nasional.
Adik saya lahir di tahun 1999, saat itu saya sudah duduk di bangku kelas tiga SD. Sejak adik saya lahir itulah kemandirian terbentuk dalam diri saya. Seingat saya, sejak memiliki adik, saya mulai menyetrika seragam sekolah sendiri. Pekerjaan lain yang dapat saya lakukan sendiripun saya lakukan sendiri, kadang-kadang juga saya mencuci pakaian saya sendiri.
Sepanjang ingatan saya, itulah beberapa cerita saat saya berusia SD. Oh ya, karena Ayah saya seorang guru SMP, sangat sering saya bermain ke sekolah beliau. Ikut beliau saat sedang mengajar dikelas, lalu pulang bersama saat jam sekolah selesai, haha, sepertinya itu adalah kebahagiaan tersendiri saat itu. Karena banyak kakak SMP yang kadang juga ngajak saya bermain. Ada kejadian paling memorable soal ini. Saat itu saya sedang ikut ke kelas ayah. Beliau bertanya kepada murid-muridnya waktu itu,
"Apa nama.lain dari paragraf"?, Semua murid diam membisu kala itu. Dengan PDnya ayah saya bertanya ke saya, apa nama lain atau sinonim dari paragraf? Dengan santainya saya jawablah "alinea". Sontak seisi ruangan berdecak kagum, hahah, mungkin yang ada dalam pikiran mereka "masa.kita kalah sama anak SD?". Ya, itu kejadian kecil namun sangat memorable bagi saya.
Cerita-cerita diatas adalah hal-hal yang menyenangkan untuk diceritakan kembali. Adapun kisah menyedihkan? Tentu saja saya juga mengalami. Tapi apa ia perlu saya ceritakan disini? Saya pikir gak perlu ya, biarlah kisah sedih itu jadi privasi saya. Okke? Sampai keketemu dalam kisah-kisah SMP saya.
0 komentar:
Post a Comment