Tepatnya tanggal 10 November 2020 lalu, saya dan adik melakukan tes Rapid untuk keperluan bepergian. Kami berangkat dari rumah menuju Ibu Kota Kabupaten untuk melaksanakan Tes Rapid disalah satu klinik yang ada di Salakan. Fisik kami baik-baik saja waktu itu dan secara emosi juga semuanya aman terkendali. Kurang lebih pukul 11.30 kami tiba di klinik dan dilayani dengan baik oleh petugas yang ada saat itu. Sampel darah kami diambil dan kami diminta menunggu kurang lebih 15 menit. Kami santai saja karena memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sampai akhirnya petugas klinik memanggil saya dan meminta kembali KTP yang sudah didatanya sejak awal kami mendaftar untuk Tes Rapid.
Saya mulai bertanya dalam hati, "Ada apa ya? Kan tadi KTP saya sudah di data?". Ternyata tidak lebih dari lima menit, pertugas tersebut menemui kami kembali dan menyampaikan hasil Tes dengan berkata "Hasilnya Reaktif". What? Kata saya kaget, yang benar Pak? Ternyata memang benar hasil Rapid saya reaktif dan punya adik saya non reaktif.
Kami berbincang sebentar dengan petugas klinik, mereka sudah melaporkan data saya kepada kepala puskesmas di Salakan. "Nanti akan ada yang menghubungi untuk tes lebih lanjut", begitu arahan dari petugas klinik saat itu. Alhasil, kami meninggalkan klinik dengan membawa dua surat keterangan Rapid, punya saya reaktif dan punya adik saya nonreaktif.
Kami bergegas keluar klinik dan ingin mengisi perut yang mulai keroncongan. Namun sebelumnya kami singgah di masjid terdekat untuk melaksanakan sholat Zuhur. Setelah Sholat, melajulah kami ke rumah makan yang kami inginkan. Belumlah sampai di rumah makan yang kami tuju, hp saya berdering, ada telepon masuk dari nomor yang tidak terdaftar.
Saya: Halo
Kapus: Assalamu'alaikum
Saya: Wa'alaikumsalam
Kapus: Ini dengan Mega ya?
Saya: Iya, ini dengan siapa?
Kapus: Ini dengan Kapus Salakan, tadi ikut tes rapid dan hasilnya reaktif ya?
Saya: Iya Bu
Kapus: Posisi dimana sekarang?
Saya: Sedang dijalan menuju rumah makan Bu
Kapus: Oh iya, nanti setelah makan boleh ke RS untuk tes lanjutan? Langsung ke ruang isolasi ya?
Saya: Oh iya, Okke Bu
Kami melanjutkan perjalanan ke rumah makan. Sembari menenangkan hati, saya makan sesantai mungkin agar rasa deg-degan saya hilang. Saya membeli sekaleng bearbrand, yg katanya baik untuk imun, hehe.
Kira-kira pukul satu kami sudah sampai di RSUD dan segera menuju ruang isolasi. Pikir saya "jangan sampai saya langsung dikarantina deh". Ternyata tidak, hehe, bukan hanya saya yang akan mengikuti tes lanjutan, tetapi kira-kira ada belasan orang lainnya yang juga sedang menunggu.
Hasil bincang-bincang dengan beberapa orang di RSUD, ternyata tes lanjutan yang dimaksud adalah tes SWAB. Wadidaw, semoga hasil SWAB saya negatif, itulah yang menjadi harapan terbesar saya saat itu. Dari perbincangan tersebut juga saya mendapat informasi berbagai gejala yang dialami para peserta yang akan tes SWAB hari itu. Mulai dari yang biasa saja seperti saya, sampai yang mengalami gangguan penciuman, sesak nafas, dan juga flu dan batuk.
Kurang lebih dua jam kami menunggu, sampai akhirnya tibalah jadwal SWAB. Para dokter dan petugas medis berpakaian APD lengkap, setelah memberikan sedikit arahan pada kami, SWAB pun dimulai. Satu per satu peserta dipanggil dan tibalah pada giliran saya. Akkkk, ini pertama kalinya, saya pikir akan sakit, ternyata tidak, rasanya hanya sedikit geli ketika spatula atau apalah itu namanya dimasukan ke lubang hidung kiri dan kanan dan juga ke pangkal lidah. Tidak lebih dari 15 menit proses SWAB tersebut. Yang lama adalah antrinya dan penantian hasil SWAB yang katanya baru akan diketahui kurang lebih 14 hari. Ouch, lama nian ya "namun kami harus tetap sabar dan banyak memaklumi, karena sampel tes kami tidak diperiksa di RSUD itu, tetapi harus dibawa melintasi laut dan udara dulu untuk di cek di LAB terdekat". Kalau saya tidak salah, sampel tersebut harus dibawa ke Ibu Kota Provinsi dulu (Kota Palu).
Well, SWAB hari itu selesai dan saya diminta kembali untuk SWAB kedua pada tanggal 12, dua hari setelah SWAB yang pertama.
Saya sebenarnya rada berat untuk mengikuti SWAB kedua itu, jaraknya itu loh yang saya gak sanggup. Dari rumah, saya harus menempuh perjalanan kurang lebih satu jam,an. Tapi apalah daya, saya harus tetap mengikuti prosedur. Finnaly ditanggal 12, saya kembali mengikuti SWAB dengan proses yang sama saat SWAB pertama. Dan sejak tanggal 12 itulah saya mulai menghitung hari, berharap hasil SWAB kami segera dirilis dan hasilnya negatif.
Hari-hari penantian itu saya jalani dirumah aja. Dan memang saya lebih sering dirumah dengan ataupun tanpa hasil rapid yang reaktif. Aktivitas saya kala menanti lebih ke beberes rumah, sortir pakaian, ba sube alias menyiangi rumput di halaman, dan aktivitas lainnya yang memungkinkan.
Dua Minggu itu terasa sangat lama, karena kami punya rencana bepergian untuk sebuah urusan penting. Artinya, urusan itu juga harus tertunda karena kami perlu menunggu hasil SWAB saya. Dua Minggu berlalu, dan tibalah hari saat saya menelpon ketua gugus tugas covid kabupaten Banggai Kepulauan.
Saya: Halo, Assalamu'alaikum Pak
Pak D: Wa'alaikumsalam
Saya: Pak, saya Mega dari totikum, yang ikut SWAB tanggal 10 dan 12. Gimana pak hasilnya?
Pak D: Oh iya, sebenarnya hasilnya sudah keluar kemarin, tapi saya coba ngontak nomor ibu malah gak aktif, efek sinyal totikum kayaknya mati ya?
Saya: Heheh, itulah pak, sinyal disini memang gak stabil.
Pak D: Jadi hasilnya sudah keluar, tapi jangan panik ya, tetap positif thingking.
Saya: Baik Pak (ini udah rada tegang Krn Bapaknya ngomong serius banget)
Pak D: Hasilnya....., Non Reaktif.
Saya: Alhamdulilah, aduh Pak, saya sudah tegang ini, di loud speaker juga ada keluarga dirumah ikutan ba dengar
Pak D: Jadi sudah aman mau bepergian, nanti minta surat bebas covidnya di Puskesmas totikum, silahkan hubungi A, B, C, atau D.
Saya: Alhamdulillah, siap pak, trimakasih banyak.
Penantian pun berakhir lega, kami segera mengurus kembali keperluan bepergian untuk sebuah misi penting kehidupan.
Pesan saya untukmu
*Jangan panik kalau hasil rapid reaktif karena itu tidak berarti bahwa anda positif Covid.
*Ikuti saja prosedur dari petugas medis meskipun ada sedikit drama-drama, anggap itu sebagai bumbu hidup saja.
*Tetap jaga kesehatan, kalau tidak ada keperluan penting, sebaiknya dirumah saja.
*Gunakan masker, rajin cuci tangan, jaga jarak.
*Jaga imunitas dengan konsumsi makanan bergizi.
*Jaga emosi tetap stabil.
*Jangan lupa always happy.
*Covid pasti ada hikmahnya.
0 komentar:
Post a Comment