Sebelum berpanjang dan lebar, catatan penting dalam tulisan ini tentang penggunaan kata tarbiyah, bukanlah berdasarkan definisi bahasa arab atau definisi istilah berdasarkan literatur-literatur ilmiah. Tarbiyah dalam hal ini adalah apa yang saya alami, yang saya ikuti, yang saya jalani. Deal Ya
Tarbiyah dan Perubahan Sosial; Judulnya Kok Berat Ya
Oke. Dari sekian cara belajar yang pernah saya ikuti, dari sekian komunitas yang pernah saya masuki, semua menawarkan kebaikan. Semua menawarkan kejayaan islam. Tapi wallahu’alam. Yang tidak pernah bisa saya lupakan adalah gerakan Tarbiyah ini. Saya tidak memungkiri bahwa dari Tarbiyahlah saya menyadari pentingnya mempelajari islam. Dari Tarbiyah juga saya mulai sedikit demi sedikit menghafal Alqur’an. Tarbiyah mengajarkan saya tentang pentingnya merubah diri sendiri dulu sebelum berupaya merubah orang lain. Mengapa saya memilih tarbiyah juga sesuai dengan teori-teori ilmu sosial yang saya pelajari di sekolah-sekolah dan bangku kuliah. Bahwa perubahan (red-perubahan sosial) itu memiliki level tertentu dan salah satunya dimulai dengan merubah perilaku indvividunya (Individual Behavior). Lebih jelasnya, suatu saat akan saya jelaskan dari perspektif teori komunikasi inovasi ya, kebetulan tesis saya tentang itu.
Apa benar tarbiyah dapat merubah perilaku individu dan akhirnya dapat merubah masyarakat?
Well, Tarbiyah, dalam praktik yang saya ikuti adalah berkumpulnya beberapa orang (biasanya 5 sampai 10 orang) untuk sama-sama belajar tentang islam. Materi diskusi disampaikan oleh salah seorang ustazah/ustadz. Btw, Kelompok tarbiyah itu terpisah, kelompok laki-laki akan dibimbing oleh ustadz, dan untuk kelompok perempuan akan dibina oleh ustadzah. Pertemuan diadakan setiap pekan dengan materi yang berbeda namun continue. Arti continue dalam hal ini adalah materinya bersambung dan memiliki tingkatan. Yang paling mendasar dan pertama kali diajarkan salah satunya tentang pentingnya menuntut ilmu agama. Jadi, agar aktivitas tarbiyah kita memiliki nilai dan bermakna, kita harus menyadari bahwa belajar ilmu islam itu adalah penting. Sehingga niat untuk ikut kelompok tarbiyahpun bukan sekedar ikut-ikutan tanpa alasan yang jelas. Tapi benar-benar dilandasi kesadaran bahwa menuntut ilmu itu penting dan wajib untuk setiap muslim dan muslimah.
Tarbiyah tidak sesaklek atau sekaku yang kadang-kadang dibayangkan oleh sebagian orang. Teman-teman yang tergabung dalam komunitas tarbiyahpun manusia biasa, bukan para dewi. Pembahasan yang dipelajari juga seputar kehidupan sehari-hari seperti aktivitas di sekolah, kampus, bagaimana memperbaiki hubungan dengan manusia, bagaimana memperbaiki hubungan dengan Allah, dan juga bagaimana seharusnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua. Iklim komunikasi yang dibangun saat pertemuan tarbiyah ini sangat cair. Setiap orang bisa saja menceritakan apapun masalahnya kedalam forum untuk dicarikan solusi bersama. Setiap orang bisa bertanya, dan setiap orangpun dapat dengan mudah memberikan pendapatnya.
Tarbiyah bagi saya pribadi adalah refleksi diri, dan proses dialog dengan saudara se kelompok tarbiyah. Refleksi dalam hal ini adalah bermuhasabah, apakah diri sudah menjalankan hal-hal yang dipelajari dalam tarbiyah atau jangan-jangan semua ilmu yang diperoleh hanya sambil lalu saja? Tarbiyah adalah sarana berdialog dengan sesama saudara. Saling mengingatkan dan saling berbagi pengetahuan. Tarbiyah, adalah momentum untuk menyirami hati yang gersang setelah selama enam hari sebelumnya disibukkan dengan urusan-urusan yang mengeluarkan banyak energi dan menguras emosi.
Menghadiri pertemuan Tarbiyah bagi saya adalah jeda mengistirahatkan hati dari hiruk pikuk dunia. Untuk menata langkah yang mungkin sempat goyah. Untuk mengembalikan energi positif yang hampir habis selama satu pekan. Tarbiyah adalah sarana perekat hati atas nama islam. Sarana untuk melembutkan hati dari keegoisan. Tarbiyah adalah jembatan perekat ukhuwah. Bukankah suatu kebahagiaan ketika kita bisa berbagi solusi pada saudara yang tengah dirundung masalah hidup? Bukankah suatu kesenangan hati ketika kita duduk dan saling berlapang dada dalam majelis tarbiyah tanpa ada yang merasa lebih pintar? Itulah yang dalam ilmu sosial kita sebut dengan humanis. Memanusiakan manusia, menghargai manusia, memperlakukan manusia selayaknya ia diperlakukan.
Tarbiyah juga sarana berlatih berbagai hal. Yang dulunya malu-malu untuk sekedar menyampaikan opini, menjadi tidak malu-malu. Tarbiyah memfasilitasi seseorang untuk belajar. Btw, dalam tarbiyah ada sesi kultum bergantian setiap pekan. Biasanya diambil dari buku-buku bacaan. Oh ya, katanya ada kesan kalau yang ikut tarbiyah itu kuno, gak seru, tempatnya pun dimasjid, gak bosen kah? Ya sebenarnya gak ada ketentuan pertemuan tarbiyah itu harus di masjid, kadang-kadang kami pindah lokasi juga di rumah fulanah, sesekali kami belajar di taman. Tarbiyah tidak sekaku yang dibayangkan orang-orang kebanyakan. Tarbiyah itu terbuka untuk semua kalangan. Teman-teman saya di tarbiyah tidak melulu anak kampus. Ada yang sudah kerja. Ada yang sedang mondok. Ada yang sedang S3. Ada yang sedang S1. Sangat bervariasi, karena memang perbedaan itu bukan halangan. Modal untuk ikut tarbiyah itu tidak banyak. Cukup niat yang kuat dan just do it.
Continue: http://megaflasinta.blogspot.com/2018/04/mengapa-saya-tarbiyah-3.html
0 komentar:
Post a Comment