Sunday, April 8, 2018

Mengapa Saya Tarbiyah (1)?

Sebelum berpanjang dan lebar, penggunaan kata tarbiyah, bukanlah berdasarkan definisi bahasa arab atau definisi istilah berdasarkan literatur-literatur ilmiah. Tarbiyah dalam hal ini adalah apa yang saya alami, yang saya ikuti, yang saya jalani. Deal Ya

Sudah lama saya mengenal Tarbiyah. Kalau tidak salah ingat, sudah sejak tahun 2006/2007. Saat saya sedang manis-manisnya duduk di bangku SMA. Aha ya, tepatnya saat kelas 2 SMA. Saya pertama kali ikut tarbiyah karena sekedar tertarik begitu saja. Tidak dipungkiri, kakak saya adalah pelopor dalam keluarga kami yang lebih intens belajar tentang islam. Maklum, Ayah dan Ibu saya bukanlah dari kalangan ulama atau ustadz. Keluarga kami adalah keluarga sederhana yang biasa-biasa saja. Yang menjalankan agama islam dengan biasa-biasa saja.

Ayah dan Ibu saya tidak mendorong anak-anaknya untuk memperdalam ilmu agama, karena memang pemahaman keluarga kami saat itu ya sangat terbatas. Yang penting kami menjalankan rukun iman dan rukun islam serta tidak melakukan larangan-larangan agama seperti meminum alkhohol, tidak solat, atau ikut-ikutan dalam pergaulan bebas ala anak muda zaman sekarang. Orang tua saya hanya menekankan untuk terus belajar dan menuntut ilmu (SD-SMP-SMA-S1-S2 dan seterusnya, xixixi), serta jangan pernah takut untuk merantau. Makannya sampai sekarangpun saya masih hidup diperantauan. Haha.

Well. Saya mulai sedikit-sedikit belajar tentang islam dari kakak saya. Ia mengenalkan banyak gerakan yang sama-sama berjuang untuk islam. Ada banyak gerakan islam yang sama-sama berkonsentrasi untuk memberikan pemahaman tentang islam kepada masyarakat. Semua memiliki tujuan yang sama, untuk kejayaan islam, meskipun cara yang di tempuh adalah saling berbeda.
Ada yang mengenalkan islam melalui isu-isu khilafahnya. Ada yang mengenalkan islam melalui komunitas Liqonya, ada yang melalui ta’lim-ta’limnya, dan ada juga melalui gerakan tarbiyahnya. Beberapa diantaranya pernah saya ikuti, mulai dari gerakan pelajar islam, gerakan mahasiswa islam, sempat bergabung dalam kajian isu-isu khilafah, pernah juga dengan teman-teman satu halaqah, dengan ta’lim, dan yang terakhir adalah dengan gerakan Tarbiyah.

Singkat cerita, meskipun saya sudah -ter tarbiyah- sejak SMA, ternyata konsistensi itu berat, Dilan saja mungkin tak akan sanggup, haha. Hanya orang-orang terpilih yang bisa konsisten dengan yang namanya tarbiyah. Saya berpindah dari Luwuk ke Semarang, dari Semarang ke Jogja, dan dari Jogja ke Bogor, (dan setelah dari Bogor entah kemana lagi). Tempat saya belajar islampun berpindah-pindah. Namanya juga ababil dan galau, sukanya yang berbeda. Sukanya adalah coba-coba. Termasuk dalam mencari tempat untuk belajar agama. Astagfirullah, bagian ini jangan di tiru ya, konsisten itu perlu. 

Continue: http://megaflasinta.blogspot.co.id/2018/04/mengapa-saya-tarbiyah-2.html
Share:

0 komentar:

Post a Comment