Thursday, November 19, 2020

Essai LPDP "Kontribusiku bagi Indonesia"

Hola, Hai. Assalamu'alaikum. Di tulisan sebelumnya sudah saya cantumkan contoh essai "sukses terbesar dalam hidup". Well, di tulisan kali ini saya akan masukkan juga contoh essai "kontribusiku untuk Indonesia". Semoga menginspirasi ya, selamat membaca :)


Kontribusiku Bagi Indonesia 

Saya seorang perempuan berumur 24 tahun. Terlahir dari keluarga sederhana di sebuah desa di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Ayah bekerja sebagai PNS, sementara ibu bekerja di rumah dan mencurahkan segenap waktu untuk mendampingi kami anak-anaknya. Saya adalah anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) terselesaikan di tanah kelahiran, Banggai Kepulauan. Kemudian saya diizinkan merantau ke Kabupaten tetangga untuk menempuh Sekolah Menengah Atas (SMA), saat berusia 15 tahun. Didikan orang tua membuat saya mencintai proses belajar. Dan selepas SMA, saya melanjutkan kuliah di perantauan.

Didikan orang tua memacu saya untuk terlibat aktif dalam kontribusi membangun daerah. Saat SD hingga SMP, saya pernah beberapa kali mewakili kecamatan dalam MTQ tingkat kabupaten, juga pernah mewakili Kabupaten dalam MTQ Provinsi. Keduanya mendapat peringkat yang membanggakan. Selain itu, kontribusi juga terukir lewat sekolah. Saya beberapa kali menjadi ketua grup tari. Dibidang akademik, saya mewakili sekolah dalam lomba bidang studi biologi di tingkat Provinsi. Saat diperantauan, saya tetap berkontribusi untuk daerah dengan cara membentuk sebuah Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa di desa Sambiut (IKPMS). Sejak didirikan pada tahun 2012, organisasi tersebut masih berdiri sampai saat ini.

Kontribusi dapat dilakukan dimana dan dalam bentuk apa saja. Saya pernah menjadi relawan humas dan media pada sebuah LSM perlindungan perempuan, Rifka Annisa WCC. Aktivitas saat menjadi relawan Rifka Annisa mengantarkan pada sebuah kepedulian tentang kekerasan terhadap perempuan. Panggilan jiwa tersebut membuat saya terlibat aktif dalam diskusi komunitas dampingan Rifka Annisa dengan beberapa kali menjadi fasilitator untuk sosialisasi pencegahan kekerasan pada perempuan, khususnya remaja.

Rangkaian kehidupan, pengalaman, dan pengetahuan sejak kecil membuat saya menyimpulkan satu hal. “Bahwa dalam hidup, apapun yang kita kerjakan, pastikan bahwa hal itu bermanfaat bagi orang lain”. Itulah yang saat ini saya lakukan. Menjadi asisten pribadi seorang Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan di sebuah kampus Negeri di Yogyakarta. Aktivfitas dengan profesi ini membuat saya lebih sering bertemu dengan mahasiswa, memudahkan urusan urusan mereka. Tak hanya itu, saya juga beraktivitas mengelola twitter dan website fakultas Fishum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini, sesekali saya masih menjadi narasumber dalam talkshow radio bersama Istakalisa Radio dan Rifka Annisa, dan sesekali mengikuti proses diskusi di komunitas dampingan Rifka Annisa. Bagi saya, itulah sebuah kontribusi, saat kita dapat memberikan apa yang kita bisa lakukan untuk orang lain, dengan kapasitas yang kita miliki.    

Perjalanan hidup ini masih panjang, banyak kontribusi yang harus saya lakukan terutama untuk daerah tercinta. Ini bukan bentuk fanatisme kedaerahan, tetapi bentuk kontribusi dalam skala kecil untuk membangun Indonesia dimasa mendatang. Saya akan berkontribusi dalam pengembangan media. Beberapa hal yang saya rencanakan terkait hal tersebut adalah; Pertama, melakukan sosialisasi (dalam bentuk yang kreatif) kepada masyarakat tentang filter terhadap media. Hal ini sangat penting agar masyarakat mendapatkan pendidikan bermedia sehingga mereka tidak menelan mentah konten yang disajikan oleh media. Kedua, menggalakkan gerakan cinta menulis yang menitikberatkan pada eksplorasi kearifan lokal. Hal ini menurut saya merupakan langkah awal pemberdayaan masyarakat untuk mengeksplor dan mempromosikan potensi daerah yang dimiliki sehingga dikenal dalam skala yang lebih luas seperti skala nasional bahkan internasional.

Mimpi saya tentang Indonesia, kedepannya harus menjadi negara yang maju dan mandiri karena kearifan lokal (local wisdom) yang dimilikinya. Atas mimpi itu, saya ingin mengambil peran dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Masyarakat Indonesia, khsusnya yang berada di daerah tertinggal, harus dididik agar memiliki perspektif keindonesiaan dan kedaerahan yang baik. Salah satu bentuk pendidikan dan pengajaran itu adalah melalui lembaga pendidikan seperti Universitas, baik swasta maupun negeri.

Tak selamanya pendidikan berada dalam lembaga formal seperti kampus. Atas dasar itu, saya juga ingin berkontribusi pada masyarakat secara luas, melalui pendidikan nonformal, atau bersosialisasi dengan masyarakat secara langsung dengan melakukan kegiatan kegiatan berbasis komunitas. Saya juga tidak menutup pintu untuk segala kemungkinan yang bisa saja terjadi pada kehidupan dimasa mendatang, termasuk berkontribusi melalui lembaga pemerintah di daerah, saya pun siap.

Keseluruhan mimpi diatas merupakan harapan. Peran yang akan saya ambil adalah sebuah rencana. Untuk menggapainya, saya harus melewati anak tangga satu demi satu. Untuk menggapai puncak mimpi. Saya harus melanjutkan sekolah ke tingkat magister agar dapat berkontribusi secara lebih baik. Saya harus berilmu lebih banyak lagi, dan atas dasar keterbatasan biaya, saya berusaha menggapai mimpi itu lewat beasiswa. Besar harapan saya, mimpi itu bisa terwujud melalui program Afirmasi LPDP ini. Amin. 

Share:
Continue Reading →

Sukses terbesar dalam hidup (Essay Beasiswa LPDP)

Well, Gaes, Assalamu'alaikum. Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya. Tulisan kali ini berisi essai yang saya apply ketika mendaftar beasiswa LPDP untuk studi magister saya. Semoga menambah inspirasi untuk teman-teman yang saat ini menjadi pejuang beasiswa. Selamat membaca :)

Sukses Terbesar dalam Hidup

Sukses terbesar dalam hidup. Sepintas kalimat itu membawa ingatan pada beberapa prestasi yang pernah tertoreh. Menceritakan kesuksesan dalam hidup adalah upaya mengorek memori masa lalu, bahwa sejak kecil hingga remaja, saya tumbuh sebagai seorang yang berambisi dalam hal prestasi. Ini adalah bentukan keluarga. Ayah dan Ibu selalu mengutamakan pendidikan dan mendorong anaknya untuk aktif dalam berbagai perlombaan. Tak salah, dorongan dari orang tua membuat saya menjadi siswa yang berprestasi di sekolah dan sering menjadi peringkat pertama dikelas, saat SD, hingga SMA. Tak hanya prestasi akademik, dibidang nonakademik seperti MTQ saya pernah berlomba hingga ke tingkat provinsi. Saya juga aktif dalam seni seperti lomba tarian daerah, lomba puisi, ataupun lomba pidato. Bagi saya, itu adalah kesuksesan. 

Pencapaian pada bidang tertentu tidak cukup menutupi keinginan berprestasi. Saya selalu aktif berorganisasi, bahkan mulai SD saat menjadi ketua kelas. Ketika SMP, saya menjadi Ketua Osis, dan saat SMA berperan sebagai Koordinator Keputrian Rohis Osis sekaligus beraktifitas di Pelajar Islam Indonesia (PII). Berkat keaktifan dalam berbagai kegiatan tersebut. Saya memiliki banyak teman dan relasi yang baik dengan guru-guru saya di SMA tempat saya belajar. Hal itu membanggakan dan membahagiakan. Bagi saya, itu adalah kesuksesan.

Hidup terus berlanjut dan prestasi terus terukir. 2010 adalah tahun pertama saya di Yogyakarta. Di kota pelajar ini, saya mendapat pelajaran berharga. Bahwa hidup, bukan hanya tentang prestasi yang pernah diraih, bukan hanya sekedar terkenal karena terlahir sebagai anak seorang terpandang, dan bahwa hidup bukan sekedar mempunyai banyak teman.

Hidup adalah tentang memberi dan berbuat untuk orang lain. Tentang menyadari dan mengenal siapa sebenarnya diri kita. Tentang berbuat sesuatu atas dasar kesadaran, dan tentang bagaimana memandang manusia sebagai manusia. Inilah yang saya sebut sebagai kesuksesan terbesar dalam hidup.

Yogyakarta merubah saya untuk berbuat lebih banyak demi orang lain. Bukan sekedar prestasi pribadi. Inilah yang mengantarkan saya memilih menjadi pengajar di salah satu TPA, membersamai mereka yang belajar Alqur’an. Tak hanya itu, saya juga bergabung dengan Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Yogyakarta sebagai sekretaris. Saya juga pernah mendapat beasiswa prestasi akademik di kampus selama satu tahun. Bagi saya, itu adalah kesuksesan.

Hal lain, saya bergabung dengan sebuah LSM perlindungan perempuan di Yogyakarta, Rifka Annisa WCC. Suatu waktu, Rifka Annisa membuka kesempatan menjadi relawan Humas Media. Saya mendaftar, kemudian diterima lewat seleksi esai dan wawancara. Setelah menjadi relawan, saya mendapat banyak kesempatan untuk mengembangkan diri, menemukan wadah untuk menulis di website Rifka Annisa dan majalah Rifka Media. Saya juga mendapat kepercayaan mengelola media sosial dan website serta email lembaga sebagai corong informasi. Saya turut serta terlibat sebagai fasilitator RGTS (Rifka Goes To School) dengan memberikan materi kepada remaja sekolah tentang kekerasan terhadap perempuan dan pencegahannya.

Saya pernah menjadi narasumber dalam program siaran Bicara Radio Istakalisa FM. Tak hanya itu, saya juga mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dalam skala nasional seperti training fasilitator di Bogor, training feminisme di Yogyakarta, dan training lainnya di Yogyakarta. Selebihnya, mewakili Rifka Annisa dalam undang-undangan tertentu adalah hal yang cukup sering saya lakukan sebagai perwakilan Divisi Humas Media. Bagi saya, itu adalah kesuksesan.   

Maka, jika ditanya tentang kesuksesan terbesar dalam hidup, dapat dikatakan bahwa saya berada pada titik kesuksesan terbesar dengan apa yang saya jalani saat ini. Kesuksesan bukan dilihat dari profesi apa yang sedang kita jalani, tetapi bagaimana aktivitas yang kita lakukan bermanfaat bagi orang lain. Saat ini saya sedang berproses untuk meniti tangga kesuksesan selanjutnya. Bukan berarti saat ini saya tidak sukses, tetapi sedang menapaki satu demi satu tangga kesuksesan yang lebih besar, untuk kontribusi yang lebih baik bagi bangsa dan negara.

Share:
Continue Reading →

Sunday, November 15, 2020

Pengalamanku Lulus Beasiswa LPDP (1)

Bismillah, hola wan kawan. Selamat datang di blog aku ya, semoga tulisan-tulisan disini bermanfaat. 

Tulisan kali ini berisi cerita pengalamanku mendapatkan beasiswa LPDP. Mulai dari pencarian informasi awal hingga akhirnya aku dinyatakan lulus sebagai Awardee LPDP waktu itu, 2015. FYI, aku tuh lulus S1 dipertengahan 2014, sembari mengubek-ubek informasi beasiswa, aku aktif bekerja sebagai relawan di salah satu LSM Perempuan di Yogyakarta. 

Setelah aku diwisuda, orang tuaku saat itu berharap dan agak sedikit memaksaku untuk pulang kampung (di Sulawesi Tengah) tapi berkat lobi-lobi tingkat tinggi, akhirnya mereka luluh juga dan mengizinkanku untuk lanjut S2, dengan catatan *mereka tidak akan membiayai perkualiahan tersebut. It's okey lah ya, asal mimpi S2ku dan kemudian menjadi dosen bisa selangkah lebih dekat, aku akan berusaha, tekadku kala itu.

Bermodalkan internet, mulailah kucari informasi beasiswa yg rata-raya saat itu bersyaratkan kemampuan english minimal 500 TOEFL ITP. What? Aduh, gimana nih, bahasa inggrisku kan jelek (gumamku dalam hati). Tapi tekadku sudah bulat, maka penghasilanku sebagai asisten wakil dekan saat itu, dan tambahan penghasilan dari aktivitasku menjadi relawan di LSM ku kumpulkan untuk biaya mengikuti kursus bahasa inggris. Ditempat kursus aku bertemu banyak teman baru yg juga pemburu beasiswa. Kami sering bertukar cerita mulai dari beasiswa incaran sampai kampus idaman. 

Informasi LPDP secara samar sudah pernah kudengar dari kakaku. Namun informasi tersebut semakin meyakinkan saat ditempat kursus aku bertemu seorang sahabat baik, Mba Fitri namanya, darinyalah aku mantap dan melangkah maju untuk mengincar beasiswa LPDP lewat jalur afirmasi daerah 3T. Tidak seperti beasiswa lainnya, beasiswa afirmasi LPDP tidak mensyaratkan nilai TOEFL yg tinggi. Ya karena anak daerah 3T perlu diprioritaskan, maka syarat TOEFLnya sedikit lebih rendah dibanding beasiswa LPDP dengan jalur reguler. Mulailah ku cari informasi lebih lanjut tentang beasiswa ini, dan semua atas kuasa Allah, syarat2 yg ditentukan saat itu masih bisa kuusahakan.

Setelah yakin akan bisa memenuhi persyaratan, mulailah ku bincangkan pada orang tuaku tentang beasiswa ini. Tentu mereka mendukung, namun dengan catatan cukup S2 di dalam negeri saja. Saat itu ambisiku adalah S2 di Australia, hoho, namun apalah daya, orang tua belum mengizinkan, maka dengan mengantongi restu mereka, ku putuskan  maju berjuang untuk beasiswa dalam negeri lewat jalur afirmasi LPDP. 
-----------
*bersambung di tulisan selanjutnya ya
Share:
Continue Reading →