Ayat-ayat tersebut (Qs. Ali Imran: 64-67) adalah seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perihal cara berinteraksi dengan para ahli kitab (kaum Yahudi dan Nasrani). Sebagai ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, patutlah kita mengambil teladan tentang segala hal dari Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Terjemah Arti: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Referensi: https://tafsirweb.com/1196-surat-ali-imran-ayat-64.html
Ayat 64 diatas adalah ayat seruan untuk mendahulukan persamaan daripada perbedaan, bahkan dengan ummat yang berbeda keyakinan. Pada dasarnya agama yahudi maupun nasrani meyakini adanya Tuhan yang satu (Yahudi dan Nasrani yg masih murni), namun Islam sebagai agama penutuplah yang harusnya diakui sebagai risalah kebenaran terakhir. Diceritakan tentang kisah Heraclius / Kaisar Romawi yang menerima surat ajakan untuk meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang seharusnya menjadi satu-satunya Dzat yang diibadahi. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengawali surat tersebut dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim, lalu dilanjutkan dengan bahasa yang santun. Heraclius pada dasarnya tersentuh dengan isi surat tersebut, bahkan ia hampir saja bersyahadat saat itu juga. Namun karena gengsi ia tetap dengan keyakinannya.
Yang perlu digaris bawahi bahwa ajakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar Kaisar Romawi tersebut meyakini Islam dilakukan dengan menjelaskan persamaan. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menekankan perbedaan. Berbeda dengan kondisi Ummat saat ini yang saling berbantah-bantahan bahkan dengan sesama Kaum Muslimin. Seringkali sesama muslim berselisih tentang Fiqih, tentang pilihan organisasi dakwah, dan hal-hal lain yang tidak substansial. Kelak diakhirat kita tidak akan ditanya organisasi mana yang kamu ikuti.
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Terjemah Arti: Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? Referensi: https://tafsirweb.com/1197-surat-ali-imran-ayat-65.html
Ayat 65 diatas bercerita tentang perselisihan Kaum Yahudi dan Nasrani tentang Nabi Ibrahim. Kaum Yahudi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim beragama Yahudi, sementara Kaum Nasrani mengatakan bahwa Nabi Ibrahim beragama Nasrani. Padahal, baik kitab Taurat maupun Injil diturunkan justru setelah wafatnya Nabi Ibrahim. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan pada ayat berikutnya
هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Terjemah Arti: Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Referensi: https://tafsirweb.com/1198-surat-ali-imran-ayat-66.html
Bahwa dalam ayat 66, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyerukan agar tidak berbantah-bantahan tentang sesuatu yang tidak diketahui. Seperti halnya kaum Yahudi dan Nasrani dimasa lampau yang mendebatkan tentang keyakinan Nabi Ibrahim. Hal ini juga merupakan cerminan masyarakat hari ini yang banyak bicara tentang hal-hal yang tidak diketahuinya. Fokuslah pada satu hal hingga menjadi ahli dibidang tersebut. Yang maha mengetahui adalah Allah sementara kita tidak. "Jika kita menyerahkan suatu urusan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancuran".
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Terjemah Arti: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Referensi: https://tafsirweb.com/1199-surat-ali-imran-ayat-67.html
Lalu Allah menjawab dalam ayat selanjutnya (67), bahwa Nabi Ibrahim bukanlah Yahudi bukan pula Nasrani. Namun adalah seorang yang lurus dan berserah diri pada Allah.
Refleksi:
*Bahwa keadaan ummat hari ini pada dasarnya telah terjadi pada masa-masa lampau. Yang sering terjadi hari ini adalah perbedaan yang dibesar-besarkan hingga menyebabkan konflik. Padahal, jika persamaan yang ditonjolkan maka semua akan sampai pada kebenaran hakiki. Provokator kerjanya mempertajam perbedaan. Maka mari gunakan logika untuk fokus pada apa-apa yang sama.
**Lalu, catatan lain untuk diri sendiri untuk tidak sok pintar dalam berkomentar tentang hal yang kita tidak tahu asal asulnya. Katakan saja Wallahualam. Allah yang lebih mengetahui sementara kita manusia hanyalah makhluk lemah. Hikmah lain adalah, penting untuk mempelajari segala sesuatu dari yang ahlinya, apalagi dalam Ilmu Agama. Jika bukan ahli, lebih baik ndak ikut-ikutan komentar.
***Yuk utamakan yang sama, ndak usah merasa paling, paling baik, paling beriman, paling bagus organisasinya, dan paling-paling yang lain. Bismillah.
0 komentar:
Post a Comment