Friday, May 19, 2017

Perjalanan Perempuan (dari) Desa

Tentang perempuan, adalah bahasan yang menurut saya masih seksi. Selain karena tubuh perempuan itu memang seksi, isu ini masih menimbulkan perdebatan alias masih kontroversial. Ada yang katanya tidak setuju dengan isu apapun yang berbau-bau feminis, ada juga yang mati-matian terus-terusan berbicara tentang perempuan dengan alasan adanya penindasan dari pihak yang mereka sebut dominan. 

Saya tidak akan berbicara pada posisi pro ataupun kontra, saya hanya ingin sedikit berbagi cuplikasi tulisan dalam buku Coretan Pena Sang Pemimpi bersama kawan-kawan saya di LPDP Kementerian Keuangan RI. Ya, saya menulis tentang perempuan dari desa. Karena saya adalah perempuan, dan karena saya berasal dari desa.

Ini sedikit cuplikan tulisan saya dalam buku itu

Perjalanan adalah sebuah proses. 
Bukan tentang seberapa jauh kaki kita melangkah, bukan soal dengan siapa kita berjalan, bukan pula tentang seberapa banyak pulau yang kita singgahi. Perjalanan adalah bagaimana kita berkembang melalui proses itu dari hari ke hari. Tumbuh, mendewasa, meski sebagai Perempuan (dari) Desa.

Kisah setiap orang akan selalu berbeda beda bukan? Tergantung dari mana ia terlahir, siapa orang tuanya, bagaimana lingkungannya, dan segala sesuatu yang membentuk dirinya. Saya termasuk orang yang percaya bahwa perjalanan hidup, segalanya adalah takdir Allah. 

Terlahir dari keluarga sederhana dengan satu kakak dan dua adik di sebuah desa yang jauh dari ideal layaknya hiruk pikuk kota membuat saya bertanya, “kawan, kamu yakin ingin tahu lebih ditel tentang desa saya?”. Naiklah kapal udara dari bandara tertentu, jika kawan berangkat dari Yogyakarta, biasanya akan mampir ke makassar terlebih dahulu. Pun begitu jika berangkat dari Surabaya, atau Jakarta. Itu belum setengah perjalanan. Kawan harus menaiki pesawat dan turun di Bandara Kabupaten Banggai (Luwuk), bandara yang paling dekat dengan desa saya. Setelah itu, masihlah perlu menyebrangi lautan sekitar dua jam, lalu berkendara darat selama kurang lebih dua jam pula, dengan begitu kawan akan sampai didepan rumah saya, Desa Sambiut, Kecamatan Totikum, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. “Luar biasa. Itu adalah perjalanan yang berat”, kata beberapa orang yang saya kenal. Tapi bagi saya, itulah perjalanan, dan lewat perjalanan itulah kita belajar. Ada yang ingin berkunjung ke desa saya? tentu saya akan sangat bahagia. Sebuah Desa yang belum bisa menikmati listrik selama 24 jam, dengan koneksi internet yang nyaris tidak ada, termasuk dengan susahnya mendapatkan sinyal selular. 

Tulisan selanjutnya bisa kawan-kawan baca dalam buku aslinya ya....
Share:
Continue Reading →

Tentang menulis, terkenal diseluruh Indonesia, dan menerbitkan buku

Tentang menulis, terkenal diseluruh Indonesia, dan menerbitkan buku. Hehe, panjang sekali ya judul tulisannya. Semoga tidak membosankan. 

Saya rasa, semua orang rasanya ingin namanya dikenang dengan kebaikan-kebaikan yang pernah ia tularkan, karya yang pernah ia ciptakan, dan segala sesuatu yang baik-baik. Seperti yang pernah saya pelajari, bahwa sesungguhnya ketika kita mendapati seseorang telah meninggal dunia, janganlah berbicara tentangnya kecuali tentangkebaikan yang pernah ia lakukan. Lalu, marilah kita sebut sesuatu yang manusiawi, tentang ingin terkenal itu. Tentang ingin dikenang itu. 


Sebenarnya sekitar dua minggu lau baru saja berbahagia karena buku kumpulan Esai yang kami rintis bersama lima kawan lain telah terbit. Ya, Alhamdulillah, sebenarnya itu bukan buku pertama saya, melainkan buku kedua yang berbentuk kumpulan tulisan. Buku pertama saya berjudul Bodoisme, adalah kumpulan-kumpulan tulisan kawan-kawan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Sementara buku kedua yang baru saja terbit itu adalah kumulan esay dari penerima beasiswa LPDP, termsuk saya salah satunya. 

Well, bukan itu poinnya. Terbitnya kedua buku tersebut, meski dengan jarak yang cukup panjang mengingatkan saya tentang mimpi, mimpiyang ternyata diamini oleh banyak orang hingga mimpi tersebut saat ini menjadi sesuatu yang nyata. 

Tentang mimpi, seingat saya, waktu itu tahun 2010, tahun pertama saya di Kota Yogyakarta. Karena terlibat dalam sebuah organisasi islam, Pelajar Islam Indonesia (PII) saya diharuskan mengikuti latihan kader "Advance Training" di Nusa Tenggara Barat.

Yang saya ingat sampai saat ini, Advance Training saat itu seakan menjadi momen yang mengingatkan tentang mimpi telah dibangun sejak SD. Ya, mimpi menjadi penulis. Dengan segala keterbatasan yang saya miliki. Saya dengan yakin menyampaikan pada salah satu instruktur training saat itu, "Kang Jamal, saya ingin menjadi penulis dan terkenal di sleuruh Indonesia". Bersyukur saat itu bukanlah tertawaan yang saya dapatkan, melainkan motivasi untuk benar-benar mewujudkan mimpi tersebut. 

"Ega, kamu mau terkenal diseluruh Indonesia? menulislah, biarkan buku yang mengantarkan namamu hingga ke pelosok negeri"

Seperti terbakar semangat, menulis sejak saat itu menjadi rutinitas saya. Kebanyakan memang tentang gejolak emosi, dituangkan melalui blog yang saat ini telah hilang terhapus waktu. 

Meski sempat vakum dalam dunia maya tulis menulis, ternyata mimpi itu telah meelkat kuat dalam hati dan pikiran saya. Hingga alhamdulillah sampai saat ini telah terbit dua buku, meski masih dalam bentuk kumpulan tulisan. Semoga dalam tahun-tahun kedepan saya bisa merilis buku atas nama saya sendiri, bukan buku bersama lagi. 

Akhirnya, mimpi itu memang harus diperjuangkan, bahkan setelah bertahun-tahun mimpi yang direncanakan itu telah mati terkubur, bahkan jika mimpi-mimpi itu, bagi sebagian orang adalah hal yang mustahil.   
Share:
Continue Reading →

Thursday, May 11, 2017

Tentang Saya

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Semoga kawan selalu sehat ya. Mohon maafkeun karena terlalu lama vakum. Well, pokoknya maaf seribu maaf . Insya Allah nulis di sini bisa konsisten dan gak pergi-pergi lagi. Any way, setelah beberapa tahun lalu saya belajar di UNDIP Semarang, lalu hijrah ke UIN Jogja, sekarang Allah beri kesempatan lagi ke saya untuk lanjutin sekolah.

Sekarang saya sedang belajar di program magister IPB. Masih tetap konsisten dengan jurusan Ilmu Komunikasi. Bedanya ini fokus ke Komunikasi Pembangunan Pertanian & Pedesaan. Saya gak pernah bermimpi akan kuliah di kampus ini. Eh, Qadarullah memang sudah disini jalannya. Melalui beasiswa LPDP, Allah ngasih kesempatan untuk jadi orang Bogor, paling gak selama dua tahun.

By the way, welcome to my kingdom yey. Meskipun baru dibangun kembali, semoga cerita-ceritanya menginspirasi dan bermanfaat. Hope to see you in the real world.    
Share:
Continue Reading →