Sendiku kaku. Mataku sembab. Dadaku sesak karena terisak. Malamku hampir habis dengan bulir bulir air mata yang mengalir deras tanpa tapi. Sudah dua tahun belakangan, malam2ku lebih banyak ditemani dengan air mata. Entah air mata kelelahan, air mata harapan, atau air mata kekecewaaan. Semua berkelindan, tak mau berpisah satu sama lain. Kadang ada air mata bahagia, tapi yang lebih sering jatuh adalah air mata penuh harap.
Sudah dua tahun lebih wajahku dan wajah ibuku tidak saling bertatapan. Kelopak mataku tak pernah melihat keriput wajahnya, selama itu. Lalu sejauh ini, hanyalah doa yang bisa ku kirimkan. Maafkan karena rupanya hidupku tak seindah imajinasi yang ku bangun dulu. Lulus S2 di 26 lalu menikah di 27. Ah ya, realita memang jarang sesuai ekspektasi. Selalu ada energi yang perlu dikuras lebih. Mari hadapi,jalani, syukuri.
Memang serba salah. Mau maju, banyak duri. Mau mundur, sudah kepalang basah. Maka pilihannya adalah berhati hati melangkah. Lelah lelah lelah. Tapi aku tahu lelahku ini belum seberapa. Karena toh banyak kawan baikku mengalami ujian yang lebih melelahkan. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan, bukan?
Malam ini, ditengah harapan dan kepasrahan, dalam keterbatasan ilmu dan ekspektasi dosen pembimbing yang tak kunjung berhenti. Sembari menyelami hikmah ketaatan keluarga Nabi Ibrahim a.s., Aku pasrah atas segala takdir Allah untuk hidupku. Asal Allah mencintaiku, itu sudah cukup. Kamu juga begitu kan? Karena bukankah yang terseok seok ingin kita gapai pada akhirnya adalah Ridho Allah dan kesempatan melihat wajahNya tanpa hijab? Semoga kita berkumpul di Surga Allah.
Sudah dua tahun lebih wajahku dan wajah ibuku tidak saling bertatapan. Kelopak mataku tak pernah melihat keriput wajahnya, selama itu. Lalu sejauh ini, hanyalah doa yang bisa ku kirimkan. Maafkan karena rupanya hidupku tak seindah imajinasi yang ku bangun dulu. Lulus S2 di 26 lalu menikah di 27. Ah ya, realita memang jarang sesuai ekspektasi. Selalu ada energi yang perlu dikuras lebih. Mari hadapi,jalani, syukuri.
Memang serba salah. Mau maju, banyak duri. Mau mundur, sudah kepalang basah. Maka pilihannya adalah berhati hati melangkah. Lelah lelah lelah. Tapi aku tahu lelahku ini belum seberapa. Karena toh banyak kawan baikku mengalami ujian yang lebih melelahkan. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan, bukan?
Malam ini, ditengah harapan dan kepasrahan, dalam keterbatasan ilmu dan ekspektasi dosen pembimbing yang tak kunjung berhenti. Sembari menyelami hikmah ketaatan keluarga Nabi Ibrahim a.s., Aku pasrah atas segala takdir Allah untuk hidupku. Asal Allah mencintaiku, itu sudah cukup. Kamu juga begitu kan? Karena bukankah yang terseok seok ingin kita gapai pada akhirnya adalah Ridho Allah dan kesempatan melihat wajahNya tanpa hijab? Semoga kita berkumpul di Surga Allah.